Dua
kali saya hampir gagal menamatkan kuliah jika saja tidak ada warisan
dari ayah. Warisan yang benar-benar saya syukuri karena manfaatnya
yang sangat besar bagi kehidupan saya dan keluarga.
Tetapi
sangat keliru jika mengira ayah saya seorang kaya raya atau milyuner,
ayah saya justru bukan orang yang berkecukupan. Penghasilan ayah
tidak besar, bahkan boleh dikatakan kecil jika dibandingkan orang
lain dan jumlah
tanggungan keluarga.
Karena
melihat keadaan keluarga, selepas lulus sekolah menengah saya hampir
memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan. Apalagi kakak juga
masih kuliah tingkat tiga di
satu perguruan tinggi swasta,
pastinya masih membutuhkan biaya cukup banyak
jika saya juga kuliah.
Tapi ayah malah mendorong saya untuk mendaftar di salah satu
perguruan tinggi negeri.
“Ayah
bukan orang yang kaya, tidak bisa mewariskan harta. Karena itu
sekolahlah setinggi mungkin, mumpung ayah masih bisa membiayai.
Jangan khawatirkan soal biaya” itu pesan ayah yang paling saya
ingat.
Peristiwa
kedua yang hampir mengakhiri impian saya menyelesaikan kuliah adalah
saat ayah meninggalkan kami. Ketika itu saya berniat berhenti kuliah
untuk bekerja membantu ibu. Rasanya mustahil bagi ibu, yang hanya
seorang ibu rumah tangga, untuk membiayai ketiga putranya. Bagi saya,
harus ada salah satu dari kami yang berkorban membantu ibu. Kakak
sedang menyelesaikan skripsi, sementara adik kelas 1 SMA, tidak
mungkin salah satu dari mereka yang harus mengakhiri pendidikan. Saya
lah yang paling logis untuk membantu ibu.
Tetapi
anehnya, ketika saya mengutarakan niat untuk bekerja, ibu malah
mendorong saya untuk tetap melanjutkan kuliah. “Tidak usah
mengkhawatirkan
ibu” kata ibu sambil masuk ke kamar sebentar lalu keluar menunjukan
sesuatu kepada saya.
Ternyata
ayah sudah benar-benar
merencanakan segala sesuatu dengan matang
untuk
menunjang studi anak-anaknya. Sejak
saya kelas 1 SMP ayah sudah membuatkan asuransi pendidikan untuk
saya, demikian juga kakak dan adik saya, sehingga seluruh biaya
pendidikan sudah tidak lagi memberatkan keuangan keluarga. Di saat
yang sama, ayah juga mempersiapkan asuransi, sehingga jika terjadi
sesuatu pada dirinya sebagai tulang punggung keluarga, kami yang
ditinggalkan tidak sampai menderita dan kekurangan.
Saya
menangis, tidak kuat menahan haru mengetahui cinta dan pengorbanan
yang telah dilakukan ayah untuk keluarga. Bahkan di saat telah
meninggalkan kami, ayah masih mampu memberikan nafkah yang lebih dari
cukup untuk keluarganya.
Bukti
penting merencanakan keuangan sebagaimana yang dilakukan ayah
benar-benar membekas dalam ingatan. Sehingga seiring berjalannya
waktu,
ketika saya selesai kuliah dan sudah mandiri saya menjadikan ayah
sebagai model utama dalam perencanaan keuangan. Sejak menerima gaji
pertama, saya sudah menyusun rencana keuangan pribadi untuk
jangka
panjang. Beberapa waktu kemudian,
melalui seorang kawan
saya mendaftarkan diri sebagai nasabah di Sun Life Financial untuk
memanfaatkan keuntungan Brilliance
Hasanah Protection Plus.
Itu semata-mata saya lakukan untuk masa depan dan orang-orang yang
saya cintai.
Saya
merasa sangat beruntung memiliki seorang ayah yang memiliki kesadaran
keuangan sedemikian tinggi. Keberhasilannya
mengelola keuangan tidak hanya mengantarkan kami anak-anaknya
untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi, tetapi memberikan edukasi
langsung dan kesadaran keuangan sejak usia muda. Contoh nyata
mengelola keuangan itulah yang
saya sebutkan sebagai
salah satu warisan terbaik yang ditinggalkan mendiang ayah.
Bogor, 30 September 2014
Ditulis Untuk SUN ANUGERAH CARAKAKOMPETISI MENULIS BLOG2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar